Rabu, 28 Oktober 2009

Macam-macam Harta Rampasan Perang

Jihad ( جهاد )

Jihad ( جهاد ) adalah berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syariat Islam.
Terdapat empat kategori jihad seperti yang dijelaskan dalam kitab Fathul Muin yaitu: Jihad pada tingkatan pertama adalah mengajak umat untuk beriman kepada Allah dengan iman yang rasional dan argumentatif sehingga merupakan iman yang berkualitas, bukan iman hanya karena keturunan saja.

Pada tahap ke dua, jihad adalah menjalankan perintah syariat agama seperti menjalankan sholat lima waktu, puasa, membayar zakat dan kewajiban agama lainnya. Selanjutnya,
baru pada tataran ke tiga, kalau umat Islam diganggu, boleh melaksanakan perang. Hal inilah yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari yang mengeluarkan resolusi jihad untuk mengusir penjajah dari Surabaya. Pada tahapan empat selanjutnya, jihad adalah memberikan perlindungan kepada setiap warga masyarakat, muslim atau non muslim, yang memiliki kepribadian baik. Perlindungan tersebut mencakup pemberian makan, pakaian, tempat tinggal, termasuk kesehatan.

Diatas adalah makna dari kata jihad.Nah,selanjutnya dalam jihad juga ada hasil rampasan perang.Macam-macam hasil rampasan perang,yaitu:
1)Ghanimah

Secara harfiah, ghanimah berarti sesuatu yang diperoleh seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan tawanan perang. Dilihat dari sejarah perang, kebiasaan ini telah dikenal sejak jaman sebelum Islam. Hasil peperangan yang diperoleh ini mereka bagi-bagikan kepada pasukan yang ikut perang tersebut, dengan bagian terbesar untuk pemimpin.
Haram hukumnya menjual ghanimah (harta rampasan perang) sebelum dibagikan. Sebabnya ada dua:
a. Yang berhak membagikan ghanimah adalah imam (pemimpin), tidak halal
bagi siapa pun mengambil sesuatu darinya. Jika ia mengambilnya lalu
menjualnya, maka perbuatan itu termasuk ghulul. Dan ghulul hukumnya
haram.
b. Karena belum ada kepemilikan sebelum dibagikan. Sebab sebelum
dibagikan, orang-orang yang berhak menerima ghanimah tidak
mengetahui bagian mana yang bakal diberikan kepadanya. Jika ia menjual
bagiannya sebelum dibagikan berarti ia telah menjual sesuatu yang majhul
(tidak diketahui barangnya), wallaahu a'lam.

2)fa’I(upeti)

Yaitu harta yang di dapat dari orang yang tidak beragama islam dengan jalan damai (tidak berperang), pajak, bea, harta orang murtad, hadiah, dan lain-lain.
ayat alqur'an surat al hasyr ayat 7 yang artinya:
7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

3)Salab

yaitu pakaian, alat senjata, alat kendaraan dan alat-alat lainnya yang ada di tangan tentara musuh ketika ia di bunuh atau di tangkap.

Jumat, 28 Agustus 2009

JINAYAT

BAB 2:Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat
yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul
kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.

Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan
bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan
anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau
melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan
sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di
bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas,
diyat atau ta`zir.

Faedah dan manfaat daripada Pengajaran Jinayat :-
1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama
sendiri dan sebagainya
2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala
fitrah tuduh-menuduh.
3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada
kecurian, ragut dan lain-lain.
4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan
keselamatan diri.
5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan
orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan

www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com/msg14851.html - 7k - Tembolok - Halaman sejenis

PEMBUNUHAN
Macam-macam pembunuhan dan hukumnya :

Pembunuhan ada 3 macam (1) Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘amad); (2) Pembunuhan yang tidak disengaja (Qatlul syibhul ‘amad); dan (3) Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khatha’)


1. Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘Amad)
Ialah pembunuhan yang direncanakan, dengan cara dan alat yang bisa (biasa) mematikan. Seperti :

· Membunuh dengan ; menembak, melukai dengan alat yang tajam, memukul dengan alat-alat yang berat, dan alat-alat yang lain.

· Membunuh dengan ; memasukkan dalam sel yang tidak ada udaranya, disekap dalam es dll.

· Membunuh dengan ; diberi racun, diberi obat yang tidak sesuai, disuntik dengan obat yang bisa mematikan.

· Membunuh dengan ; dibiarkan tidak diberi makan, minum dll.

Pembunuhan yang disengaja tersebut wajib diqishash, sebagaimana firman Allah QS. An Nisaa: 93 dan dipertegas dengan hadits rasulullah, ‘’Tidak halal (haram) membunuh orang muslim, kecualiada (salah satu) 3 sebab : kafir sesudah iman, berzina sesudah kawin dan membunuh oran g tanpa hak, baik karena dhalim dan permusuhan. (HR. Tirmidzy dan Nasaâ’i)

Orang yangmembunuh tanpa ada hak, harus diqishash, harus dibunuh juga. Kalau ahli waris (yang terbunuh) memaafkan pembunuhan tersebut, pembunuhan tidak diqishash (dihukum bunuh) tetapi harus membayar diyah yang besar, yaitu harus membayar dengan seharga 100 ekor unta tunai, pada waktu itu juga. Hal ini selaras dengan hadits rasulullah, ‘Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia diserahkan pada keluarga terbunuh. Apabila mereka mengkehendaki maka membunuhnya atau minta diyah dengan 30 ekor unta hiqqah, 30ekor unta jadzaâ’ah dan 40 ekor unta khalafah (jumlahnya 100 ekor unta). Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli waris si terbunuh). Demikian itu untuk memperkeras terhadap pembunuhan. (HR. Tirmidzi)

2. Pembunuhan tidak sengaja (Qatlul syibhul ’amad)

Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan. Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang memukul oran g lain dengan sapu lidi kemudian yang dipukul mati.

Pembunuhan tidak sengaja tidak kena hukuman qishash tetapi pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh dibayar selama 3 tahun dengan angsuran setiap tahun 1/3-nya.

3. Pembunuhan tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khathaâ’)

Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh ialah perbuatan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi seseorang mati karena perbuatannya. Misalnya orang melempar batu ke hutan tiba-tiba oran g mati terkena batu tersebut.
Orang membunuh orang lain tidak sengaja wajib memerdekakan seorang budak mu’min adil

A. QISHASH

1. Pengertian Qishash
Menurut syaraâ’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.

2. Qishash ada 2 macam :
a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
b. Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

3. Syarat-syarat Qishash
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
b. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
c. Oran g yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Oran g yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa oran g kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ �(HR. Turmudzi dan Nasaâ’)

4. Pembunuhan olah massa / kelompok orang
Sekelompok oran g yang membunuh seorang harus diqishash, dibunuh semua..

5. Qishash anggota badan

Semua anggota tubuh ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, ‘Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.’ (QS. Al-Maidah : 45)


HIKMAH QISHASH
Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh oran g, tentu ia takut membunuh oran g lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.

Ringkasnya, menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu, memeliharakan hidup masyarakat: dan Al-Quran tiada menamai hokum yang dijatuhkan atas pembunuh itu, dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum setimpal dan sebanding� dengan kesalahan. Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah menjadi bukti betapa tinggi dan benarnya ajaran islam terutama yang berkenaan hukum qishash atau hukum pidana Islam.


B. DIYAT
1. Pengertian Diat
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
a. Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.
b. Pembunuh yang tidak sengaja
c. Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.

2. Macam-macam diyat
Diyat ada dua macam :
a. Diyat Mughalazhah, yakni denda berat
Diyat Mughalazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda aas pembunuhan tidak sengaja dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan. Ada pun jumlah diat mughallazhah ialah : 100 ekor unta terdiri 30 ekor unta berumur 3 tahun, 30 ekor unta berumur 4 tahun serta 40 ekor unta berumur 5 tahun (yang sedang hamil).

Diat Mughallazah ialah :

· Pembunuhan sengaja yaitu ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa.
· Pembunuhan tidak sengaja / serupa
· Pembunuhan di bulan haram yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
· Pembunuhan di kota haram atau Mekkah.
· Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan kekeluargaanseperti Muhrim, Radhâ’ah atau Mushaharah.
· Pembunuhan tersalahdengan tongkat, cambuk dsb.
· Pemotongan atau membuat cacat angota badan tertentu.

b. Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.
Diyat Mukhoffafah diwajibkan atas pembunuhan tersalah. Jumlah dendanya 100 ekor unta terdiri dari 20 ekor unta beurumur 3 tahun, 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun dan 20 ekor unta betina umur 1 tahun.

Diyat Mukhoffafah dapat pula diganti uang atau lainya seharga unta tersebut. Diat Mukhoffafah adalah sebagai berikut :

· Pembunuhan yang tersalah.
· Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.
· Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.

3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai diat :

a. Masa pembayaran diyat, bagi pembunuhan sengaja dibayar tunai waktu itu juga. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja atau karena tersalah dibayar selama 3 tahun dan tiap tahun sepertiga.
b. Diyat wanita separo laki-laki.
c. Diyat kafir dhimmi dan muâ’hid separo diat muslimin.
d. Diyat Yahudi dan Nasrani sepertiga diat oran g Islam.
e. Diyat hamba separo diat oran g merdeka.
f. Diyat janin, sepersepuluh diat ibunya, 5 ekor unta.

4. Diyat anggota badan :

Pemotongan, menghilangkan fungsi, membuat cacad atau melukai anggota badan dikenakan diyat berikut :

1. Diyat 100 (seratus) ekor unta. Diat ini untuk anggota badan berikut :

a. Bagi anggota badan yang berpasangan (kiri dan kanan) jika keduan-duanya potong atau rusak, yaitu kedua mata, kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, kedua bibir (atas bawah) dan kedua belah buah zakar.
b. Bagi anggota badan yang tunggal, seperti : hidung, lidah, dll..
c. Bagi tulang sulbi ( tulang tempat keluar air mani laki-laki)

2. Diyat 50 ekor unta. Diyat ini untuk anggota badan yang berpasangan, jika salah satu dari keduanya ( kanan dan kiri) terpotong.

3. Diat 33 ekor unta ( sepertiga dari diatyang sempurna). Diyat ini terhadap :

a. Luka kepala sampai otak
b. Luka badan sampai perut
c. Sebelah tangan yang sakit kusta
d. Gigi-gigi yang hitam

Gigi satu bernilai 5 ekor unta. Kalau seseorang meruntuhkan satu gigi orang lain harus membayar dengan 5 ekor unta. Kalau meruntuhkan 2, harus membayar 10 ekor. Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigiorang lain, apakah harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi tersebut ? Ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat : cukup membayar diyat 60 ekor unta (dewasa). Ulama lain berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.


Hal Sumpah

Orang yang menuduh membunuh harus mengemukakan bukti dan oran g yang menolak tuduhan harus bersumpah. Apabila ada pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya, wali dari yang terbunuh bisa menuduh kepada sesorang atatu suatu kelompok yang mempunyai kaitan dengan pembunuhan, yaitu menyebutkan data-data.


Data-data yang dikemukakan seperti :

ü Orang yang dituduh pernah bertengkar pada hari-hari sebelumnya

ü Orang yang dituduh pernah disakitkan hatinya.

ü Adanya alat yang hanya dimiliki oleh tertuduh

ü Adanya berita dari seseorang tertuduh kalau tidak menerima tuduhan bisa membela diri dengan bersumpah, bahwa ia betul-betul tidak membunuh.



KAFARAT PEMBUNUHAN
Pembunuh disamping dia wajib menyerahkan diri unutk dibunuh atau diat (denda) maka ia diwajibkan juga membayar kifarat. Diyat adalah jenis denda sebagai tanda penyesalan atau belasungkawa kepada keluarga korban. Sedang kifarat adalah jenis denda sebagai tanda taubat kepada Allah SWT.

Ada pun kifarat akibat pembunuhan adalah memerdekakan hamba yang Islam atau dia wajib puasa dua bulan secara berturut-turut. Hal ini selaras dengan QS. An Nisaa: 92

C. Ta'zir
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi Jarimah Ta'zir bila ada syubhat, baik itu shubhat fi al fi'li, fi al fa'il, maupun fi al mahal. Demikian juga bila Jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta'zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai nilai, prinsip prinsip dan tujuan syari'ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain lain.

Secara bahasa ta'zir merupakan mashdar (kata dasar) dari 'azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Ta'zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta'zir, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha' mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al Qur'an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Ta'zir sering juga disamakan oleh fuqoha' dengan hukuman terhadap setiap maksiyat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat.

Bisa dikatakan pula, bahwa ta'zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta'zir (selain had dan qishash diyat). Pelaksanaan hukuman ta'zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta'zir tidak ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari'ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan benruk bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.

Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta'zir menjadi tiga, yaitu:

1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan pencurian yang bukan harta benda.

2. Jarimah ta'zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari'ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

3. Jarimah ta'zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.

Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama uang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharotan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i.

Hukuman hukuman ta'zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman hukuman ta'zir antara lain:

1. Hukuman Mati

Pada dasarnya menurut syari'ah Islam, hukuman ta'zir adalah untuk memberikan pengajaran (ta'dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukum ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa foqoha' memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. namun menurut sebagian fuqoha yang lain, di dalam jarimah ta'zir tidak ada hukuman mati.

2. Hukuman Jilid

Dikalangan fuqoha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam ta'zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama' Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta'zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imam Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta'zir adalah 39 kali, dan menurut Abu Yusuf adalah 75 kali.

Sedangkan di kalangan madzhab Syafi'i ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat kedua sama dengan pendapat Abu Yusuf. Sedangkan pendapat ketiga, hukuman jilid pada ta'zir boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat bahwa jarimah ta'zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.

Dalam madzhab Hambali ada lima pendapat. Tiga di antaranya sama dengan pendapat madzhab Syafi'i di atas. Pendapat ke empat mengatakan bahwa jilid yang diancam atas sesuatu perbuatan jarimahtidak boleh menyamai hukuman yang dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukuman ta'zir tidak boleh lebih dari 10 kali. Alasannya ialah hadits nabi dari Abu Darda sebagai berikut: "Seorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam salah satu hukuman hudud".

3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)

Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, Hukuman kawalan terbatas. Batas terendah dai hukuman ini adalah satu hari, sedang batas tertinggi, ulama' berbeda pendapat. Ulama' Syafi'iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara ulama' ulama' lain menyerahkan semuanya pada penguasa berdasarkan maslahat.

Kedua, Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang berbahaya.

, Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang berbahaya.

4. Hukuman Salib

Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirobah), dan untuk jarimah ini hukuman tersebut meruapakan hukuman had. Akan tetapi untuk jarimah ta'zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului dengan oleh hukuman mati, melainkan si terhukum si terhukum disalib hidup hidup dan tidak dilarang makan minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalam menjalankan sholat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut fuqoha' tidak lebih dari tiga hari.

5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tanbih) dan Peringatan

Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancama akan dijilid, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi tindakannya lagi.

Sementara hukuman teguran pernah dilakukan oleh Rosulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki maki orang lain dengan menghinakan ibunya. Maka Rosulullah saw berkata, "Wahai Abu Dzar, Engkau menghina dia dengan menjelek jelekkan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat sifat masa jahiliyah."

Hukuman peringatan juga diterapkan dalam syari'at Islam dengan jalan memberi nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam al Qur'an sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.

6. Hukuman Pengucilan (al Hajru)

Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta'zir yang disyari'atkan oleh Islam. Dalam sejarah, Rosulullah pernah melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka'ab bin Malik, Miroroh bin Rubai'ah, dan Hilal bin Umaiyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara, sehingga turunlah firman Allah:

"Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka mengira tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian Tuhan menerima taubat mereka agar mereka bertaubat."

7. Hukuman Denda (tahdid)

Hukuman Denda ditetapkan juga oleh syari'at Islam sebagai hukuman. Antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya, hukumannya didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut. Sabda Rosulullah saw, "Dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak dua kalinya besrta hukuman." Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap orang yang menyembunyikan barang hilang.

KESIMPULAN

Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum Pidana pada hukum positif, yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam Hukum Pidana Islam (Jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishash diyat dan ta'zir.

Ta'zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al Qur'an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Penentuan jenis pidana ta'zir ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa sesuai dengan kemaslahatan manusia.

Menurut hemat penulis, diantara jenis jenis hukuman ta'zir yang telah penulis kemukakan dalam pembahasan, tidak semuanya relevan untuk diterapkan pada zaman ini, seperti hukuman jilid dan salib karena dinilai sangat keji. Sementara mengenai hukuman mati dalam ta'zir, penulis sependapat dengan ulama' yang membolehkannya sepanjang sejalan dengan kemaslahatan manusia. Tetapi secara umum, mengenai jenis hukuman yang relevan untuk jarimah ta'zir ini harus disesuaikan dengan kejahatan yang dilakukan agar hukuman dalam suatu peraturan bisa paralel. Untuk menentukan hukuman yang relevan dan efektif, harus dipertimbangkan agar hukuman itu mengandung unsur pembalasan, perbaikan, dan perlindungan terhadap korban (Theori neo-klasik), serta dilakukan penelitian ilmiyah terlebih dahulu.

Kamis, 30 Juli 2009

Pengertian Ilmu Fiqih dan ushul fiqih

1)Pengertian Ilmu Fiqih

Fiqih atau fiqh (bahasa Arab:???) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam
yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan
manusia dengan Tuhannya.[1] Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah
mendefinisikan fiqih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan
haknya sebagai hamba Allah.

Fiqih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip
Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari
Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fiqih. Seseorang yang sudah menguasai
ilmu fiqih disebut Faqih.


Etimologi
Dalam bahasa Arab, secara harfiah fiqih berarti pemahaman yang mendalam terhadap
suatu hal. Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fiqih secara terminologi
yaitu fiqih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui
dalil di Al-Qur'an dan Sunnah. Selain itu fiqih merupakan ilmu yang juga membahas
hukum syar'iyyah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu
dalam ibadah maupun dalam muamalah.


2)Pengertian Ushul Fiqih

Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu :
kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari
ilmu-ilmu Syari'ah.

Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut
dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi
pengertian ushul bagi fiqh.

Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu
yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa
tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.


Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang
dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim :

Yang Artinya:

"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah
zakat!."


Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam
ungkapan sebagai berikut :

Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni
dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala
berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".


Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa
Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-
aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.

Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah,
sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :

Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci."


Atau seperti dikatakan oleh Abdul Wahab Khallaf, yakni:

Artinya:
"Kumpulan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci".


Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil
menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada
kewajiban shalat.

Artinya:
".....dirikanlah shalat...."(An-Nisaa': 77)

Atau seperti sabda Rasulullah SAW :
Artinya:
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar (benda yang
memabukkan)." (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).


Hadits tersebut menunjukkan kepada keharaman jual beli khamar.

Dengan penjelasan pengertian fiqh di atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai
rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan
dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum
syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.


Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua
buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama
satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi
pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan :

Artinya:
"Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-
pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara'
mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."



Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh
hukum-hukum syara' mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut
merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh
hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pengertian Ilmu
Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut

Artinya :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh
hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."


Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul
Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam
mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan
dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang
dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang
dimaksud oleh syara'. Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh juga dikatakan :

Artinya:
"Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam)
cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara'."